Nama
Mahasiswa : Tesya Apriliani
NIM
: 1406336
Identitas
Buku
Judukl
Buku :موسوعةالحضارة
الإسلامية
Nama
penulis:حسن حنفى
Penerbit :جميع
الحقوق محفوظة
Bab : 3
Halaman :101-127
AQLI DAN NAQLI
Pendahuluan
Aqli dan naqli merupakan salah satu ilmu pokok dalam agama. Dan
sama halnya dengan (pendengaran dan akal pikiran). Maka dalam pendahuluan ini
ditanyakan dan di beberkan pula apakah lebih peting Naqli daripada Aqli,
ataukah kedudukan keduanya sama ?
Dan sungguh judul (Aqli dan Naqli) dalam kaidah agama-agama ketika
ada slah satu pertnyaan dalam judul ini (perlakuan)apakah dari Allah atau dari
hamba. Seperti juga setelah kemunculan pandangan terhadap ketelitian Aqli ada
3: kewajiban, kemungkinan, dan kemustahilan.
Dan menjadi prinsip dari kaidah-kaidah ada 4: 1). Sifat dan Tauhid 2).
Memaafkan dan adil 3). Menepati janji dan ancaman dan sumpah dan hukuman 4).
Menerima terhadap Aqli dan utusan dan amanah.
Pertama: Objektivitas dan Identitas
Apakah kebaiakan dan keburukan dapat menjadi hal yang penting dalam
objektivitas yang efektif, kebebasan, kemungkinan untuk pemikiran untuk
memahami bahwa sifat dan dzat-dzat yang dapat mempengaruhi keinginan dan
mungkin pemahaman dengan adanya pendengaran ? hal ini dapat merupakan
petunjuk bahwa tidak ada perbandingan
keburukan kepada dzat Allah, maka sesungguhnya urusan kekuasaan diatas
perpecahan, melakukan sesuatu hal, dan memilih, tidak kekuranagn hasil dan
tidak ada tujuan dari pekerjaan itu.
Dan Razi mengeumukakan tiga pendapat dalam hal ini: 1). Ada keburukan
yang seluruhnya tidak bisa dipertahankan yang Allah perintahkan. Akan tetapi
Allah memerintahkan kepada seluruh orang kafir yang tidak mempunyai kepercayaan
agar beriman kepada Allah, dan diantara meraka terdapat pertentangan tentang
keberadaan Allah. Dan pada hakikatnya argumen ini merupakan argumen yang sangat
dipercaya bahwa Allah itu maha pencipta manusia yang tidak memlihara atas
ciptaan Allah. Maka Allah belum menyuruh orang-orang kafir untuk beriman karena
keimanan orang-orang kafir itu bagi
manusia, dan mereka mampu menyingkirkan perbedaan antara pilihan keyakianan
merka tanpa adanya kekufuran. 2). Walaupun banayak kejelakan yang sangat
banyakkepada Allah maupun kepada manusia, maka harusnya atidak ada keburukan
bagi Allah dan begitu pula seharusnya kepada manusia juga. 3). Perkataan yang
dusta dalam keadaan darurat menjermuskan kepada kesesatan, dan dalam
kematiannya kelak akan dituntut tentang hal yang sebenarnya.dan kebenaran itu
merupakan tempatnya kebijaksanaan terhadap pekerjaan yang baik maka tidak akan
ada keburukan.
Dan pengetahuan yang baik pun dapat dimulai dengan menggunakan akal
pikiran, dan apabila manusia tidak bisa menggunakan akal pikirannya maka merka
akan mudah tertipu.
Dengan adanya perbedaan dan perselisihan maka mereka wajib
mengetahui tiga artinya: 1).Akan ada tindakan yang tidak pasti, dan tindakan
yang dulu yaitu tindakan yang tidak tetap dimana tindakan itu seperti
melalaikan perintah Allah dan tidak sesuai dengan hal yang diharapkan. 2).Keyakinan
terhadap makna-maknayang berhubungan dengan kesejahtraan yang berkaitan pula dengan matri pembicaraan
yang praktis yang berkaitan dengan petunjuk. 3).kewajiban yang kehilanagn atas
perintah yang mustahil.
Dan Abu Hadzli A’lafi (226 H) pergi menenemui orang yang beriman
kpada Allah dengan dalil yang didengar dan dari selain pendapat dan
meninggalkan terhadap pengetahuan. Sedangkan Ja’far Ibnu Harbi (234 H) dan
Ja’far Ibnu Mubasyir (236 H) dengan adanya akal pikiran maka wajib mengetahui
tentang adanya Allah dan mengetahui seluruh ketentuan dan sifat-sifat-Nya
sebelum memahami. Adapun Abu Ali Jabaii (295 H) dan anaknya Abu Hasyim (321 H)
sungguh akal itu dapat menetapkan ketaatan terhadap ketaatan kepada para nabi.
Kedua: kewajiban/tugas akal pikiran
Dan kewajibannya yaitu beribah kepada apa yang telah Allah
perintahkan, dan tidak mengalihkan dari apa yang sudah ditentukan oleh akal
pikiran dan kewajiban terhadap sesuatu tergantung dari ketepatan apa yang
mereka minta dan apa yang ingin mereka selesaikan.
Arazi mengemukakan dalam (prinsip-prinsip ilmu agama) ada tiga
pendapatyang dapat mendorong kepada
hal-hal yang bermanfaat. 1). Bahwa perbuatan mendekatkan kepada Allah yang
dapat menjadiakan dermawan atau dapat pula trdapat perintah seperti itu. 2). Ilmu
yang berkaitan dengan kejadian, bahwa kejadian itu bisa berlangsung diwaktu
tertentu. 3). Allah mengetahui bahwa mustahil menyuruh orang-orang kafir untuk
beriman dan taat. Bahwa pada dasarnya kepercayaan orang-orang kafir itu tidak
bisa dipaksaka terlebih dalam beragama.
Ghazali
berpendapat untuk memisahkan cara berdakwah yang bersih menjadi tiga metode:
1). Bahwa Allah boleh tidak
menciptakan mahluknya, maka apabila Allah tidak menjadikannya maka tidak ada
kewajiban terhadap-Nya. Pada hakikatnya manfaat dan kepentingan itu tidak ada
hubungannya dengan Allah.
2). Dan boleh bagi Allah
memrintahkan untuk beribadah maupun tidak. Seperti halnya terhadap Abu Jahal
yang dengan keimanannya yang kafir.
3). Boleh bagi Allah menentukan apakah
amhluknya bersalah atau tidak tanpa adanya perbedaan, dan Allah merupakan raja
dari segala yang ada.
4). Tidak wajib bagi Allah, adalah
memelihara dan mengembalikan seseorang untuk beribadah akan tetapi ini
tergantung kepada kamauan dan keputusan yang diinginkannya.
5). Tidak wajib bagi Allah
memberikan pahala, dan meminta untuk beribadah dan taat, terhadap pahala dan
hukuman yang diberikan, dan terhadap seeuatu yang dirampas atau yang diumpuk,
dan tidak peduli juga apabila orang-mrang kafir meminta pengampunan kepada
orang-orang mu’min, karena mereka tidak meminta pengampunan kepada Allah. Maka
Allah akan memeberikan pahala hanya kepada orang-orang yang beribadah dan
bersyukur kepada-Nya dan mereka akan mendapatkan kebaiakan.
6). Da kewajiban yang harus
dikerjakan yaitu beribadah dan bersyukur terdap nikmat yang Allah berikan supaya
mendapatkan manfaat, dan Allah dapat menjadikan sesuatu yang bermanfaat menjadi
sia-sia dengan kekuasaannya.
7). Boleh mengirimkan utusan hal
itibukan merupakan kemustahilan seperti halnya perkataan Barhamah dan tidak
wajib mengatakan tentang kebohongan.
Dan sungguh beberapa kebohongan menjadikan perbedaan akan tetapi
ada kemungkinan yang dapat diambil pelajarannya dalam tujuh hal:
1)
Mengetahui
bahwa berhubungan dengan Allah hal yang selalu diutamakan.
2)
Bersyukur
dengan sungguh-sungguh, bahwa Allah telah menciptakan manusia dan memberikan
manfaat tanpa adanya madorot (bahaya).
3)
Bahwa
Allah dapat melaukukan hal-hal yang diluar nalar (pikiran) yang tidak fapat
diperkirakan.
4)
Allah
maha lembut dan dekat dengan hambanya yang taat.
5)
Pahala
bagi orang yang taat, maka setiap kesulitan akan dibayar dengan pahala, dan
tidak menyalahi terhadap hal yang sulit namun tetap disyukuri.
6)
Hukuman
bagi kaum-kaum yang belum bertaubat ketika mereka telah mengetahui tentang
kewajiban terhadap Allah.
7)
Allah
menyuruh kepada orang-orang yang soleh untuk beribadah didunia. Maka apa yang diciptakannya mempunyai suatu
kewajiban terhadap Allah, dan ketika mereka dapat menggunakan akal pikiran
mereka dengn sempurna.
Ketiga: Maksud dan tujuan
Apa yang Allah perintahkan merupakan suatu cara yang mengarahkan
pada maksud tertentu. Dan dalam hal ini terdapat tiga pendapat: 1). Apa yang
Allah perintahkan mempunyai maksud tertentu karena ada dzat yang tidak sempurna
terahadapmyang lainnya. 2). Bahwa takdir Allah dapat menjadi bata karena adanya
maksud tertentu, tujuan itulah yang akan
memberikan manfaat. 3). Bahwa tujuan yang khusus itu dicari maknanya dengan
waktu yang lama supaya mendapatkan hal yang tidak biasa yang akan menjadi
perbincangan dikemudian dan akan menjadi tujuan dari sebuh petunjuk dalam
pembahasan.
Orang-orang yang ingkar mempunyai suatu pertimbangan terhadap
perintah Allah dengan maksud dan tujuan yang dinginkan terhadap berakhirnya
suatu kemenangan yang memeberi hikmah. Seperti halnya keingkaran itu mempunyai
suatu tujuan antara pencipta dan yang diciptakan dan menjadikan perintah Allah
sebagai suatu kewajiban tanpa suatu sebab ataupun tujuan atau penyebab.
Sesungguhnya keingkaran yang besar itu keingkaran yang penting dalam syar’i
dalam hal keberadaan wahyu yang diturunkan kepada utusannya seperti halnya
dengan jelas terdapat dalam ayat Al-qur’an:
(وماخلقت الجن ولأنس الا ليعبدون) (56:51)
(وما ارسلناك الا رحمة للعلمين) (107:21)
Keempat:Penderitaan dan kerugian
Undang-undang yang pantas untuk menentukn hukuman dan undang-undang
yang jelas itu adalah yang terbebas dari kebohongan dan mampu tidak menimbulkan
kemungkaran dan penolakan.
Sebelum adanya penderitaan yang sudah ditakdirkan Allah, maka
ketika adanya dampak dari perintah Allah maka itu merupakan kebaikan yang sama
seperti dampak dimulainya atau berlangsungnya suatu perkara.
Dan
sungguh perbedaan itu juga mendatangkan kerugiaan. Maka ketika adaya petunjuk
yang menyatakan adanya perintah selain dari Allah karenanya tidak ada suatu
keburukan pun yang berasal dari Allah.
Dan dalam kesimpulannya dari tofik
(Aqli dan Naqli) seperti halnya yang dipaparkan dalam ilmu-ilmu pokok agama
sebagai berikut:
1)
Aqli
(akal pikiran) sangatlah penting dalam ilmu pokok agama dan penting juga untuk
memaparkan dalil Aqli yang digunakannya. Maka Aqli sangat penting bagi Naqli,
maka Naqli tidak dapat berdiri sendiri tanpa Aqli.
2)
Aqli
sangat penting dalam topik keadilan. Yang meliputi keadialan ketika adanya
kebohongan, ada dua topik: kemerdekaan dalam bertindak dan kebaikan dan
keburukan. Dan ada kemerdekaan yang tidak dapat diganggu kecuali terhadap
perbedaan antara akal pikiran dan kebaikan dan kejahatan. Maka akal pikiran
merupakan yang harus dijungjung kemerdekaannya.
3)
Penting
juga dalam topik penganiyaan dan penderiyaan dan kehendak manusia dalam
kehidupan didunia yang memeperkuat peraturan yang pantas diterima dan
peraturanyang baik dari yang terbaik, dan adanya persetujuan yang berhubungan
dengan maksud dan tujuan sehingga manusia dapat melakukan rencana dan tujuan
dalam hidup mereka.
4)
Pentingnya
dalm menentukan kadar ketidakhadiran terhadap penyaksian seperti adanya
kefakiran. Maka manusia tidak menegtahui terhadap apa yang diketahui tentang
jalan yang khusus didunia.
5)
Sesungguhnya
keinginan dalam keadilan dan dalam hal tersebut menjadikan adanya topik yang
baik yang berhubungan dengan tujuan dan perlindungan, namun ini bukan tentang
hak-hak Allah namun dengan takdirnya Allah mmberikan perlindungan terhadap
setiap hk-hak mausia.
6)
Tidak
ada hal yang bertentangan dengan kebaikan orang-orang muslim sekarang, dan
pengetahuannya yaitu adanya kemunafikan
dari hal-hal yang menuju topik yang menjadikan kebenaran terhadap sauatu
permintaan. Maka dengan adanya bukti yang dituju dan dimaksud dapat bermanfaat
bagi mereka dan berikut resiko yang dapat mereka hadapi dalam menumakan tujuan
dan maksud tersebut. Dan sunnguh dapat menjadi pendorong dalam hal kebiakan
dari sebuah persetujuan tentang adanya balasan.
Analisis: Kehidupan
manusia tidak terlepas dari yang namanya akal pikiran, karena akal pikiran
merupakan titik pusat manusia. Dengan pikiran, manusia dapat melakukan segala
sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh hewan lain yang diciptakan Allah SWT.
karena manusia merupakan hewan yang
berakal dan merupakan khalifah dimuka bumi. Namun, terkadang manusia
melakulakan kerusakan dimuka bumi dan melupakan kewajiban mereka untuk
memelihara bumi. Manusia dengan segala kelebihannya dapat mengelola semua hal
yang ad dibumi. Namun kadangkala manusia hanya menggunakan akal pikiran mereka
untuk kepentingan sendiri. Zaman sekarang, banyak manusia hanya menggunakan
akal pikiran mereka tanpa mengetahui dalil yang berkaiatan dengan hal yang
mereka kerjakan. Padahal dengan adanya dalil naqli yang sudah Allah wahyukan
kepada Rasul-rasul-Nya manusia dapat mempelajari dan mengetahui hal-hal yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.Namun, seiring dengan berkembangnya
zaman, manusia mulai melupakan dalil-dalil naqli dan hanya terus mencari ilmu
pengetahuan tanpa menyisipkan ilmu-ilmu naqlinya. Padahal, dalam llmu naqli
sudah dipaparkan dengan jelas tentang segala sesuatu yang ada dilangit dan
dibumi dan antara yang mustahil dan yang nyata sekalipun. Berbeda halnya dengan
zaman dulu, masih banyak ilmuwan-ilmuwan yang taat beragama namun apabila
dilihat zaman sekarang manusia banyak yang hanya berfokus pada ilmu keduniaan
saja, padahal mereka sendiri tahu bahwa kehidupan didunia hanya sementara.
Tapi, mereka seakan tak peduli dan seakan merasa bahwa mereka akan hidup kekal
selamanya didunia.
Komentar:Naqli merupakan
dalil-dalil yang berasal dari Al-quran dan As-sunnah yang digunakan dalam
kehidupan. Aqli(akal) adalah daya pikir
yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala (untuk manusia) kemudian diberi
muatan tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah
aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan
oleh Allah Azza wa Jalla.Dalam hal penggunaannya kadangkala manusia masih
bingung. Namun, para mendahulukan naqli dibandingkan aqli. Berbeda halnya
dengan para ilmuan yang yang lebih mendahulukan aqli dibanding dengan naqli,
mungin juga dikarnakan mereka tidak mengenal apa itu naqli dan hanay mengetahui
hasil dari pemikiran mereka saja. Seperti halnya para ahlu sunnah mereka pun
berpendapat hal yang sama, sebagaimana yangdiungkapkan oleh :
Ulama Salaf (Ahlus Sunnah) “senantiasa mendahulukan naqli (wahyu)
atas ‘aql (akal). Naql adalah dalil-dalil syar’i yang tertuang dalam Al-Qur-an
dan As-Sunnah. Sedangkan yang dimaksud dengan akal menurut Mu’tazilah adalah,
dalil-dalil ‘aqli yang dibuat oleh para ulama ilmu kalam dan mereka jadikan
sebagai agama yang menundukkan (mengalahkan) dalil-dalil syar’i.”
Mendahulukan dalil naqli atas dalil akal bukan berarti Ahlus Sunnah tidak menggunakan akal. Tetapi maksudnya adalah dalam menetapkan ‘aqidah mereka tidak menempuh cara seperti yang ditempuh para ahli kalam yang menggunakan akal semata untuk memahami masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat dijangkau oleh akal dan menolak dalil naqli (dalil syar’i) yang bertentangan dengan akal mereka atau rasio mereka.
Mendahulukan dalil naqli atas dalil akal bukan berarti Ahlus Sunnah tidak menggunakan akal. Tetapi maksudnya adalah dalam menetapkan ‘aqidah mereka tidak menempuh cara seperti yang ditempuh para ahli kalam yang menggunakan akal semata untuk memahami masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat dijangkau oleh akal dan menolak dalil naqli (dalil syar’i) yang bertentangan dengan akal mereka atau rasio mereka.
Adapun menurut, Imam Abul Muzhaffar as-Sam’ani rahimahullah (wafat
th. 489 H)[12] berkata: “Ketahuilah, bahwa madzhab Ahlus Sunnah mengata-kan
bahwa akal tidak mewajibkan sesuatu bagi seseorang dan tidak melarang sesuatu
darinya, serta tidak ada hak baginya untuk menghalalkan atau mengharamkan
sesuatu, sebagaimana juga tidak ada wewenang baginya untuk menilai ini baik
atau buruk. Seandainya tidak datang kepada kita wahyu, maka tidak ada bagi
seseorang suatu kewajiban agama pun dan tidak ada pula yang namanya pahala dan
dosa.
Secara ringkas pandangan Ahlus Sunnah tentang penggunaan akal, di
antaranya sebagai berikut:[13]
1.
Syari’at
didahulukan atas akal, karena syari’at itu ma’shum sedang akal tidak ma’shum.
2.
Akal mempunyai
kemampuan mengenal dan memahami yang bersifat global, tidak bersifat detail.
3.
Apa yang benar
dari hukum-hukum akal pasti tidak bertentangan dengan syari’at.
4.
Apa yang salah
dari pemikiran akal adalah apa yang bertentangan dengan syari’at.
5.
Penentuan
hukum-hukum tafshiliyah (terinci seperti wajib, haram dan seterusnya) adalah
hak prerogatif syari’at.
6.
Akal tidak
dapat menentukan hukum tertentu atas sesuatu sebelum datangnya wahyu, walaupun
secara umum ia dapat mengenal dan memahami yang baik dan buruk.
7.
Balasan atas
pahala dan dosa ditentukan oleh syari’at.
Dalam berpendapat ahli sunnah tersebut
memang benar adanya, oleh sebab itu keberadaan aqli dan naqli tidak seharusnya
dijadikan perdebatan. Namun keberadaannya tidak bisa dipisahkan satusama
lainnya, aqli dan naqli saling membutuhkan. Apabila sesautu permasalahan tidak
bisa diselesaikan dengan menggunakan akal pikiran maka pasti masalah itu dapat
dipecahkan dengan dalil naqli, begitu pun sebaliknya. Namun antara aqli dan
naqli tidak boleh ada pertentangan.Dalam pemaparan diatas bahwa telah
digambarkan beberapa hal-hal yang positif yang diambil pelajarannya bahwa
diantara aqli dan naqli ini sama-sama merupakan hal yang
penting.
Sebaiknya manusia dapat mengetahui
dan memahami tentang pentingnya aqli dan naqli dalam kehidupan mereka. Namun,
disisnilah kesulitannya banyak manusia yang tidak paham akan pentingnya aqli
dan naqli. Apabila manusia hanya menggunakan aqli saja maka akan terjadi hal
yang tidak sesuai dengan ajarana agama. Namun, beda halnya dengan manusia yang
menegrjakan suatu hal yang menggunakan aqli dan dibarengi dengan naqli maka
disanalah akan terjadi keharmonisan dan kesimbangan dalam hal tersebut, dan
tidak mungkin adanya pertentanagan pula diantara keduanya. Memang dalam
kehidupan manusia terjadi banayk permasalahan yang kadang kala diluar nalar
manusia yang tidak dapat diselesaikan dengan akal pikiran saja. Bila sudah
seperti inni, maka dengan naqli dapat diselesaikan dengan mencari jalan keluar
dari adanya penjelasan dan pemahaman. Dengan begitu antara aqli dan naqli tidak
ada pertentangan sama sekali.
Allah menyampaikan wahyu (naqli)
supaya dapat dijadikan sebagai pedoman bagi kehidupan manusi yang dibarengi
dengan adanya akala pikiran (aqli) supaya menjadikan kehidupan manusia
seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar